10 Sastrawan Favorit



Sambil mendengarkan takbiran Idul Adha, saya akan menuliskan 10 sastrawan favorit saya *gak nyambung*

Maafkan eike, saudara2 sesama Muslim. Saya tidak punya ide mau menuliskan apa soal Idul Adha. Yang jelas, Selamat Idul Adha aja deh bagi yang merayakan. Semoga kita bisa memaknai Idul Adha dengan baik. Selamat solat, selamat potong kambing, selamat sentosa bagi saudara2ku yg sedang naik haji. Semoga sukses ibadah hajinya. :D

Oke, kembali ke topik awal. Saya akan menjelaskan list 10 sastrawan satu2. Harap baca baik2. XD

10 Sastrawan Favorit Midorima

1. Edgar Allan Poe

Oke, dia di peringkat pertama. Saya baru saja beli biografinya. Membaca biografinya membuat saya mengerti mengapa saya sangat mengagumi karya-karyanya. Dia jenius dalam bidang puisi. Dia luar biasa dalam menulis cerpen. Tapi yang membuat saya benar-benar tergila-gila pada karya-karyanya adalah karena tema yang ia ambil adalah tema-tema yang suram dan tragis. Melalui karya-karyanya saya sangat merasakan penderitaan dan segala keputusasaan dalam kehidupan. Karakter-karakternya adalah orang-orang yang bermasalah untuk mengenali dunia ini. Jangankan utk mengenali dunia ini, sering kali karakter-karakter dalam cerpen Edgar Allan Poe bermasalah dalam mengenali dirinya sendiri. Tapi Poe juga tidak membuat seolah-olah para karakter yang bermasalah itu benar. Mereka adalah karakter-karakter yg memiliki kekurangan, tapi di balik kekurangan mereka tersimpan alasan-alasan tertentu yang membuat kita lebih mengenal dunia. Inilah yang membuat saya merasakan keterikatan antara diri saya dengan karya-karya Poe. Poe meneriakkan suara hati saya. Oh ya, satu lagi: Dia membuat puisi berjudul "Al-A'Raaf" (sebuah surat dalam Al-Qur'an yg jg menjadi surat favorit saya). Tapi dia tidak menerjemahkannya menjadi "The Highest Place" dan tetap menggunakan istilah "Al-A'Raaf." Menurut saya dia cerdas, karena memang kata Al-A'Raaf tidak memiliki padanan yang tepat di bahasa lain untuk menjelaskan makna yg sama. Dan sejak menyadari hal ini, saya jadi semakin sadar mengapa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab. Thanks to Edgar Allan Poe, I can understand my religion better(padahal dia bukan org Islam loh XD).

2. Leo Tolstoy

Penulis lain yang juga sering mengangkat tema-tema suram. Bedanya, karakter-karakter Tolstoy terkesan lebih manusiawi dan sederhana. Karakter-karakternya umumnya hanya orang-orang biasa yang terjebak dalam masalah hidup manusia yang biasa namun menjerumuskan, tapi akhirnya dapat menemui jalan keluar atas masalah tersebut. Membaca karya Tolstoy seolah mendapatkan "pencerahan" bahwa di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Kecuali cerpen "Seberapa Luaskah Tanah yang Diperlukan Seseorang" bagiku semua cerpen Tolstoy diakhiri dengan happy ending. Nah, ini dia. Kelihatannya cerpen2 Tolstoy itu tidak berakhir dengan Happy Ending karena selalu diakhiri dengan kematian. Padahal sebenarnya tidak begitu. Aksenof dalam "Tuhan Maha Tahu, Tapi Dia Menunggu" memang meninggal, tetapi ia meninggal dengan keikhlasan atas penderitaan yang telah ia alami akibat fitnah yang dituduhkan padanya. Alyosha juga meninggal, tapi ikhlas karena kepergiannya tidak merepotkan orang yang ia cintai. Ivan Ilyich akhirnya meninggal tapi justru ia menginginkan kematian itu karena ingin lepas dari penderitaan dunia. Jadi, karya2 Tolstoy-lah yang membuat saya mempertanyakan kembali konsep dari "happy ending." Dan karena itulah bagiku dia sangat hebat. XD

3. Sapardi Djoko Damono

Kenape harus die? (logat Malaysia). Kenapa? Ya, karena bagiku beliau adalah sastrawan terbaik Indonesia. Mungkin beberapa orang akan berpikir saya berlebihan atau saya mengaguminya hanya karena dia mantan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Tapi bukan itu sebenarnya yang membuat saya terkagum-kagum padanya. Saya selalu menggemari puisi-puisinya. Membaca puisinya membuat saya menyadari keindahan bahasa Indonesia. Bahwa kata-kata berlebihan tidak terkesan lebay bila diujarkan dengan bahasa Indonesia yang tepat guna. Dan semua yang sederhana dapat menjadi tema bila disuguhkan dalam bahasa yang luar biasa. TAPI, saya semakin mengagumi beliau ketika membaca cerpen-cerpennya. Sebelum membaca cerpen Pak Sapardi, saya selalu merasa cerpen-cerpen yang panjang dan padat detail adalah yang terbaik. Namun ketika saya membaca cerpen-cerpen beliau, saya terkejut. Ternyata sebuah karya dengan tema sederhana, tanpa detail berlebihan, dengan jumlah kata yang tidak terlalu banyak dapat disampaikan dengan indah. Cerpen Pak Sapardi yang benar-benar membuat saya terpukau adalah Testamen. Cerpen ini tidak sampai 1 halaman, akan tetapi mengandung berbagai makna kehidupan. Salah satu cerpen terbaik bagi saya. Dan ini membuat saya mengakui kejeniusan Pak Sapardi.

4. Seno Gumira Ajidarma

Menurut saya dia adalah penulis Indonesia kedua yang sangat kusukai. Saat pertama kali membaca kumpulan cerpen Seno yang berjudul "Saksi Mata" saya benar-benar merasakan teknik penceritaan yang berbeda. Seno dapat mengisahkan cerita-cerita tragis di Timor Timur tanpa harus mengeksploitasi kesadisan (meskipun sebenarnya beberapa cerita temanya sadis sekali). Akan tetapi, Seno dapat mengemasnya dengan halus sehingga realitas yang keji itu tidak terasa terlalu keji, namun kita tetap dapat mengerti kekejiannya dan informasi yang ingin ia sampaikan mengenai keadaan Timor Timur juga tersampaikan. Seperti halnya Edgar Allan Poe, Seno tidak membuat seolah-olah karakter-karakternya itu benar, tetapi ia sangat berhasil membuat kita memahami perasaan karakter-karakter tersebut. Kumpulan cerpen "Saksi Mata" memang kumpulan cerita terbaik Seno bagi saya. Namun saya juga terkagum-kagum dengan "Pelajaran Mengarang" dan aneka cerita Sukab. Karena itu tadi, Seno orang yang sangat berpengalaman dan telah melihat banyak penderitaan manusia di muka bumi ini (saya rasa), tapi dia berhasil menyampaikan penderitaan tersebut tanpa harus mengeksploitasinya.

5. Roald Dahl

Beliau ini adalah pengarang cerita anak-anak favorit saya. Cara dia menceritakan cerita jenaka, seperti halnya anak-anak. Akan tetapi ia menunjukkan sisi lain dari dunia anak-anak. Ia mendobrak dunia cerita anak bahwa cerita anak tidak harus melulu cerita tentang hal-hal yang bahagia saja. Tentu saja Hans Christian Andersen juga memiliki beberapa cerita yang tidak berakhir bahagia, tapi saya lebih menyukai cerita Roald Dahl ketimbang cerita HCA karena cerita-cerita Roald Dahl tidak terkesan menggurui. Bahkan cerita tersebut seperti menunjukkan bahwa ada hal-hal yang diketahui anak-anak yang dianggap orang dewasa sebagai omong kosong dan orang dewasa menggurui anak-anak untuk tidak mempercayai hal tersebut padahal sebenarnya hal tersebut benar-benar ada. Dalam kenyataannya, pesan moral mengenai benar dan salah memang tidak dapat ditarik dengan mudah. Dan Roald Dahl menunjukkannya di karya-karyanya. Pesan moral dari ceritanya tidak dapat ditarik dengan mudah. Kalau menjadi tikus selamanya terkesan seperti ending yang menyesatkan untuk anak-anak, sebenarnya dari cerita tersebut kita dapat belajar untuk menerima diri kita apa adanya bukan?

6. Jane Austen

Saya biasanya membaca Jane Austen bila saya ingin tenggelam dalam kisah-kisah romantis ala gadis-gadis remaja. Lupakan William Shakespeare. Dia adalah pria. Dan setiap kali dia mengisahkan perasaan cinta seorang wanita, ia terkesan lebay dan berlebihan. Padahal, sebenarnya wanita pun kalau mencintai seseorang tidak sebegitu lebaynya. Hal inilah yang tidak diketahui Shakespeare, tetapi diketahui Jane sebagai seorang wanita. Pada kenyataannya, wanita pun memiliki ketakutan-ketakutan tersendiri dalam mencintai orang lain yang kadang membuat ia sulit untuk menunjukkan rasa cintanya itu. Memang akhir kisah Jane Austen biasanya berakhir happy ending (tidak seperti kisah cintanya di dunia nyata). Tetapi, hei, siapa yang mau terus-terusan tenggelam dalam dunia cerita para lelaki yang terus menunjukkan realitas dunia yang menyeramkan seperti pujangga-pujangga lelaki yang saya tuliskan sebelumnya? Kadang-kadang saya dan Jane Austen pun membutuhkan mimpi-mimpi dan impian seperti wanita lainnya. Supaya setidaknya hidup ini tetap memiliki harapan, meskipun belum tentu harapan itu kesampaian.

7. Samuel Beckett

Saya ini tidak terlalu suka drama atau teater. Namun begitu saya membaca "Waiting for Godot" dan "Happy Days" saya baru menyadari bahwa drama adalah bentuk karya sastra yang memiliki keindahan tersendiri. Seperti yang kita tahu, dari bentuknya saja karya Beckett memang sangat berbeda dengan drama lain. Karakter sangat minimalis, hanya dua orang tokoh utama dan mungkin beberapa tokoh lain yang datang dan pergi begitu saja. Drama dipenuhi dengan dialog tentang topik yang sama berulang-ulang. Gerakan tubuh pun tidak terlalu sering. Tapi justru itu yang kusuka dari karya Beckett. Bukankah hidup (khususnya hidup zaman sekarang) itu memang monoton dan berulang-ulang saja. Tapi dalam keadaan seperti itu pun, para karakter itu tetap menjalani peran mereka dengan baik. Membaca karya Beckett, membuat saya jadi lebih mensyukuri kehidupan yang terkesan kosong ini (ibaratnya, "syukur2 masih hidup. kenapa sih manusia itu terlalu banyak menuntut?"). Oh ya, sekedar tambahan saja. Waktu pertunjukkan Waiting for Godot ini dipentaskan di depan para napi di sebuah penjara, awalnya para napi itu memang terkesan bosan. Tapi setelah pertunjukkannya selesai, para napi itu menangis. Itulah hebatnya Samuel Beckett. Berkat dia, saya jadi sangat ingin menjadi penulis dengan aliran absurdisme. :)

8. Lemony Snicket

Tertawalah, saya bahkan memasukkan penulis "nggak jelas" ini sebagai sastrawan favorit saya. Memang penulis ini tidak pernah menunjukkan identitasnya. Dan karyanya juga hanya 13 buku A Series of Unfortunate Events yang dibuat seolah-olah seperti kisah nyata. Tapi saya suka gaya dia bercerita. Suram, tapi masih menunjukkan harapan. Tiga karakter utama dalam ceritanya itu benar-benar unik. Dan saya sangat suka dengan ide "anak-anak yang mengetahui hal lain melebihi orang dewasa tapi tidak dipercaya dan dianggap omong kosong." Hahahaha. Mungkin karena saya dari kecil selalu diperlakukan begitu oleh orang-orang dewasa di sekitar saya. Tapi saya sudah mulai menikmati keadaan itu. Toh seperti yang ada di cerita ini, ternyata tidak selamanya orang dewasa lebih benar dari anak-anak, bukan? Selain itu gaya dia menyamar sebagai Lemony Snicket benar-benar cerdik. Saya jadi terinspirasi, kalau-kalau suatu hari nanti saya mau meneruskan hobi menulis saya untuk dikomersilkan, saya akan memakai nama dan identitas samaran supaya privasi saya tidak terganggu. Dan supaya kisah saya terkesan lebih hidup saya akan menyarankan orang-orang untuk tidak membaca buku saya karena buku saya berisi tentang realitas yang menyedihkan. LOL. XD

9. J.R.R. Toliken

Tentu saja, karya beliau yang saya baca memang hanya Lord of The Rings. Tapi menurut saya trilogi tersebut sudah mencakup banyak aspek dalam kehidupan. Dan yang Tolkien lakukan adalah sebuah kejeniusan. Sebelum membaca karya Tolkien, saya tidak terlalu menyukai karya-karya High Fantasy. Menurut saya semua High Fantasy rasanya hanya sekedar "entertaining" saja. Seperti Harry Potter yang entertaining. Atau Star Wars yang entertaining juga. Namun, ketika saya menonton, terlebih ketika membaca bukunya, saya merasakan hal yang berbeda dari High Fantasy. Orang-orang dalam cerita LOTR itu terasa begitu dekat. Rasanya saya pernah melihat mereka di sekitar saya. Dan rasanya saya juga pernah merasakan apa yang mereka rasakan. Ternyata terbukti memang Tolkien ingin menceritakan berbagai macam orang yang dikenal dalam sejarah dengan bentuk yang lebih halus, yaitu dengan cara membiarkan mereka hidup di dunia yang benar-benar berbeda. Dan saya salut bagaimana ia mendeskripsikan dunia-dunia tersebut secara detail. Dia bahkan membuat bahasa sendiri untuk mencerminkan dunia tersebut. Dia GILA.

10. Frances Hodgson Burnett

Salah seorang penulis cerita anak-anak yang juga mengungkap sisi lain dari dunia anak-anak. Bedanya, karena ia wanita, saya merasa lebih dekat dengan cerita-ceritanya dan karakter utama yang ada dalam ceritanya. Saya suka dengan cara dia menceritakan tentang anak-anak yang kesepian. Tapi anak-anak yang kesepian itu pun punya cara untuk membangun kebahagiaan mereka sendiri. Yah saya selalu suka cerita tentang orang-orang yang kesepian. Seperti ceritanya Mary Lennox, Collin Craven, Sara Crewe, bahkan Lavinia. Seperti yang dilantunkan Paul McCartney di lagu Eleanor Rigby: "All the lonely people, where do they all come from?"

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Melody Violine mengatakan...

kata istrinya, pak sapardi ga romantis lho, hahahahaha

Posting Komentar

say something :)