A Brief Introduction to My Undergraduate Thesis

Halo halo.... Hari ini saya mau memperkenalkan skripsi saya pada saudara2 sekalian. Sekalian bikin abstraksi sebenarnya, karena dari kemarin2 udah selesai bab 1 (pendahuluan) dan bab 2 (landasan teori), sekarang lagi jalan bab 3 (analisis) tapi masa gue lupa bikin abstraksi. wkwkwkwk. parah beud. ya udah. jadi ini abstraksi dari skripsi saya dan beberapa temuan-temuan yang saya dapat dari proses analisisnya. Jangan diplagiat ya. Kalau mau dicopas ke website lain atau dipublish di media lain di dunia nyata, bilang2 eike dulu dan jangan lupa kasih credit. Yang pasti email dulu deh ke midorima@kuririnmail.com I trust you guys. :D

ABSTRAK

Penulis : Rima Muryantina

Judul : Dialog Alex dan Jonathan dalam Film Everything is Illuminated: Analisis Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan dalam Perbedaan Budaya

Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari sering kali tidak semata-mata digunakan hanya untuk menyampaikan makna tertentu pada pihak kawan bicara,, tetapi juga untuk menunjukkan sikap kita terhadap kawan bicara maupun terhadap topik pembicaraan. Menurut J.L. Austin, sebagian besar tuturan yang diujarkan manusia mencerminkan tindakan manusia terhadap seseorang atau sesuatu. Konsep inilah yang kemudian ia sebut sebagai “tindak tutur.” Dalam tindak tutur manusia, terdapat daya pragmatik yang diharapkan terjadi setelah tuturan tersebut diujarkan. Daya pragmatik ini dapat disampaikan dengan cara langsung maupun tidak langsung. Dalam penuturan tidak langsung, sering kali terdapat implikasi-implikasi makna yang bervariasi dan biasanya tergantung dari konteks tuturan yang diujarkan. Salah satu konteks yang berperan penting dalam memahami makna implisit dari tindak tutur manusia adalah kebudayaan para peserta tutur. Dalam film Everything is Illuminated (2005) arahan Liev Schreiber, terdapat banyak tindak tutur dan implikatur dalam dialog tokoh Alexander Perchov dan Jonathan Foer. Sering kali kedua tokoh ini saling tidak memahami tindak tutur dan implikatur yang mereka gunakan dalam percakapan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan latar belakang kebudayaan di antara kedua tokoh. Alex yang lahir dan dibesarkan di Ukraina sering kali tidak memahami konteks tuturan dan implikatur yang digunakan Jonathan yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga Yahudi di Amerika, begitu pula sebaliknya. Tindak tutur dan implikatur yang dilakukan kedua tokoh dalam film ini saat berdialog akan dianalisis secara kotekstual dan kontekstual dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk lebih memahami teori Tindak Tutur dan Implikatur Percakapan serta dapat membantu menambah pemahaman mengenai konflik antar tokoh dalam film tersebut.

Kata Kunci: tindak tutur, implikatur percakapan, pragmatik, kebudayaan, film, konflik antar tokoh.


Beberapa hal menarik yang sudah saya temukan dalam proses analisis untuk skripsi ini:

1. Tindak tutur Alex yang selalu menyebut nama Jonathan sebagai "Jonfen" sebenarnya disebabkan karena ketidakfasihannya dalam berbahasa Inggris dan keterikatannya pada aturan fonologis dalam bahasa Ukraina. Dalam fonologi Ukraina, tidak terdapat fonem dental /Ɵ/. Fonem ini digunakan untuk melafalkan "th" dalam nama Jonathan seperti halnya untuk melafalkan "th" dalam kata "think", "thief", dan "thunder." Karena tidak terbiasa melafalkan fonem dental sebelumnya, maka Alex secara tidak sadar mencari bunyi yang mendekati fonem dental dalam fonologi Ukraina. Dalam kasus ini, Alex memilih bunyi fonem labiodental /f/ seperti pada kata "fish" dan "far" untuk melafalkan nama Jonathan.


2. Tindak tutur Jonathan saat ia meminta makanan tanpa daging di restoran tidak dapat dimengerti oleh Alex karena perbedaan kebudayaan yang berkaitan dengan makanan. Alex tidak memahami konsep "vegetarian" yang dimaksud oleh Jonathan karena dalam budaya Ukraina, daging merupakan salah satu makanan utama. Khususnya daging babi dan sosis. Jadi, konsep "tidak memakan daging" dianggap aneh oleh Alex yang lahir dan dibesarkan dengan budaya makan ala Ukraina.


3. Tindak tutur Jonathan ketika melarang Alex untuk menyebut kata "negro" tidak dapat dipahami oleh Alex karena adanya perbedaan Schemata (pengetahuan silam yang didapat melalui pengalaman) yang dimiliki keduanya. Kata "negro" bagi Jonathan yang mengetahui sejarah perbudakan kulit hitam di Amerika merupakan kata yang mengandung konotasi negatif karena dulunya kata ini memang digunakan sebagai alat untuk melakukan FTA (Face Threatening Act: Tindakan atau kata2 yang menyerang "muka" /mempermalukan seseorang) terhadap orang kulit hitam. Sementara itu, Alex yang merupakan orang Ukraina tidak memiliki pengetahuan mengenai sejarah ini dan kata "negro" di Ukraina memiliki makna yang netral dan tidak ofensif.


4. Terdapat juga kesulitan-kesulitan dalam pemahaman dalam konsep "tip" dan "vallet" yang sering digunakan di Amerika namun tidak familiar digunakan di Ukraina.


5. Meskipun pada umumnya perbedaan budaya membuat kedua tokoh sulit memahami masing-masing tindak tutur dan implikatur, ada beberapa tindak tutur dan implikatur yang dipertahankan dan dimengerti untuk menjaga kesantunan secara pragmatik. Inilah yang membedakan sopan santun dalam konsep sosiolinguistik dan kesantunan dalam konsep pragmatik. Sopan santun dalam konsep sosiolinguistik hanya menyangkut elemen-elemen bahasa yang dianggap sopan pada budaya tertentu, sementara kesantunan dalam pragmatik merupakan elemen bahasa yang sengaja dipilih untuk tidak menyakiti pihak kawan bicara secara universal, tidak peduli budaya apa yang mempengaruhi para peserta tutur (terima kasih atas penjelasan salah seorang dosen linguistik dari prodi Indonesia pada kuliah umum PMPK hari ini :D). Dalam rangka menjaga kesantunan pragmatik ini, kedua tokoh menggunakan tindak tutur dan implikatur tertentu. Sebagai contoh, tokoh Alex selalu menerjemahkan tuturan kasar kakeknya dalam bahasa Ukraina ke dalam bahasa Inggris yang lebih sopan untuk menjaga hubungannya dengan Jonathan yang merupakan kliennya. Hal ini juga menunjukkan adanya relasi kuasa antara tokoh Alex dan Jonathan, yang mana tokoh Jonathan sebagai klien memiliki dominasi atas Alex dan karena itulah kesantunan menjadi tujuan dari tuturan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

5 comments:

Anonim mengatakan...

semangat ya, rimce!! bagus kok...contohnya lucu jug..jadi bkaitan dg budaya dan identitas juga ya *alah* hohohohoho
FIGHTING!\(0-0)/

asma aisha mengatakan...

ya tuhaaannn~~ rima sampai bikin blog tentang skripsinya... ergherghergh~~ (merasa tertinggal n terbelakang secara akademis xp)
tapi otakmu memang yahuuud dah rim~ beda sama gw yg dodol ini *hiks*

good luck with the thesis, i hope u get an A :))

Melody Violine mengatakan...

siapa tu dosen prodi indonesianya ^^ hehehe

jadi pengen nonton filmnya nih

semangat rim :D

Rima Muryantina mengatakan...

eh, anonim itu sisca ya? :D

asma: amin aaa aplusss... makasih doanya ma XD
btw, asma jadinya skripsi atau nggak sih? terus mau lulusnya semester ini atau semester depan?

melo: itu yg jelasin metode penelitian linguistik...dosennya laki2, Mel. tapi dia tidak memperkenalkan diri. dosen linguistikmu yg laki2 siapa mel? :D
kalo yg ngejelasin metode penelitian sastra sih Bu Fina, aku sudah kenal karena dia dosen BIA-ku :D

Melody Violine mengatakan...

siapa ya? dosen laki2 banyak... tapi kalau pragmatik mungkin pak liberty

btw rim... gw capek tiap kasi komen harus masukin kode dulu...

Posting Komentar

say something :)