a rush of feminism to the head.

Tadi saya baru saja menonton sinetron Safa & Marwah di RCTI (menemani mama, seperti biasa).

Lalu tiba-tiba saja ada sebuah line yang membuat kuping ini merasakan tanda-tanda ingin digaruk.

Berikut ini cuplikan line yg dituturkan tokoh Ilham pada tokoh Ello :

Ilham: Gue udah serahin Safa ke elo. Lo harus jaga dia. Jangan sekali-kali bikin dia nangis. Kalo lo bikin dia nangis, gue nggak bakal maafin lo.

Ada beberapa kesan yang saya tangkap dari perkataan Ilham ini.

1. Ilham tidak memperhatikan "felicity condition" dari tuturannya. Dia melakukan tindak tutur "memerintah" Ello untuk menjaga Safa dan tidak membuat Safa menangis. Tindak tutur ini sulit terwujud karena a. Ello belum tentu menyetujuinya b. Ello belum tentu dapat menyanggupinya. Secara praktis, seorang perempuan, khususnya yang seperti Safa sangat sulit untuk tidak menangis. Bagaimana kalau nantinya Safa akan menangis tapi Ello tidak sengaja? Bagaimana kalau Safa akan tetap menangis meskipun tidak diapa2kan oleh Ello? Bagaimana kalo Safa menangis tapi bukan karena Ello, tapi suatu saat keadaan membuat seolah-olah Ello yang membuatnya menangis. Hal ini tidak dipikirkan oleh Ilham.

2. Sebenarnya saya tidak suka kalimat Ilham yang seolah-olah menempatkan Safa sebagai "properti" atau "objek." Mengapa Safa harus "diserahkan" kepada Ello? Apakah Safa seperti barang yang bisa diserahterimakan begitu saja. Bahkan Safa bukan istri dari Ilham maupun Ello. Tidak ada ijab kabul apa diserahkan pada siapa, siapa diserahkan sebagai apa. Lalu kenapa Safa tidak boleh menangis? Kenapa harus ada orang yang tidak dimaafkan kalau Safa menangis? Boleh saja kan Safa menangis. Safa, dan semua perempuan di dunia ini (begitu pula laki-laki) memiliki hak untuk menangis. Dan seolah-olah menangis adalah hal yang buruk? Mengapa demikian? Apakah perempuan harus selalu bahagia dan senang-senang saja? Apa dia tidak berhak merasakan kesedihan, kekesalan, dan bentuk emosi lainnya yang normal saja bila dimiliki oleh seorang perempuan (dan laki-laki)? Mengapa perempuan tidak diberikan "hidup" apa adanya? Dan harus dijadikan jaminan untuk menunjukkan bahwa seorang laki-laki mampu menjadi pecinta yang baik. Seolah-olah, seorang laki-laki akan menjadi laki-laki yang "berhasil" bila bisa membuat "perempuan"-nya tidak menangis? Bukankah perempuan juga adalah makhluk yang berhak berdiri sendiri atas perasaannya sendiri?

Dan yang menyedihkan adalah... Kata-kata seperti ini sangat wajar ditemukan di sinetron-sinetron Indonesia. Hhhhh. Mudah2an tidak di kenyataan ya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

2 comments:

Melody Violine mengatakan...

jalan tengahnya sih, katanya laki-laki dan perempuan (yang berpasangan) saling memiliki, tapi uh, gw ga ikut2an lah, manusia itu ya sendiri2, waktu berpasangan ya jadi partner, tapi nanti ujung2nya di akhirat sendiri juga

Rima Muryantina mengatakan...

iya bener. kita boleh mencintai seseorang, tp jgn melebihi cinta kita pada Allah swt.
karena nantinya di akhirat jg sendiri2. jd jgn terlalu over protective jg sm org yg bersangkutan. suka serem ngeliat laki2 ataupun perempuan yg terlalu berlebihan mencintai pasangannya dan merasa kyk memiliki mereka lahir batin dunia akhirat.

Posting Komentar

say something :)