Assalamu'alaikum warrohmatullaahi wabarokaatuh
Mulai sekarang saya akan post beberapa refleksi perasaan dan pemikiran saya saat masih sangat awam terhadap Islam pada umumnya dan pada manhaj salaf khususnya (mungkin sampai saat ini pun masih). Saya hanya ingin mendemonstrasikan pada Muslimiin yang memiliki pikiran sama awamnya seperti saya, bagaimana pikiran-pikiran awam ini dapat menghalangi kita untuk memeluk Islam secara kaffah. Sedangkan Allah subhanaahu wata'aalaa sendiri memerintahkan kita untuk memeluk Islam secara kaffah seperti yang tercantum dalam Al-Qur'an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
[البقرة/208]
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]
Pikiran awam pertama saya yang akan saya bahas adalah mengenai persepsi saya tentang ilmu Islam. Meskipun saya selalu ditekankan untuk melaksanakan rukun Islam oleh kedua orang tua saya dan disekolahkan di SD Muhammadiyah, sejak kecil sebenarnya saya tidak pernah benar-benar mengenal seberapa pentingnya ilmu Islam. Bagi saya saat itu, "ah ilmu Islam sama seperti ilmu2 lain: IPA, IPS, matematika, bahasa. Ada yang ahli pada ilmu2 tersebut. Ada yang awam. Karena bakat saya di bahasa dan IPS, saya sebaiknya fokus di 2 ilmu ini saja. Bila saya awam terhadap ilmu Islam, toh saya dapat merujuk pada pendapat-pendapat ulama yang konsentrasinya memang di ilmu Islam."
Inilah kesalahan persepsi saya. Padahal, Rasulullah solallaahu 'alaihi wassalam pernah bersabda
رواه إبن عبد البر)) طَلَبُ اْلعِلْمَ فَرِيْضِةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi muslimin dan muslimat”(HR. Ibnu Abdil Bari)
Selama ini saya selalu berpikir bahwa "ilmu" yang dimaksud di sini adalah pengetahuan apa saja yang dapat saya pelajari. Padahal mungkin saya telah tertipu oleh bahasa saya sendiri. Saat diadaptasi ke bahasa Indonesia, tentunya kata "ilm" dari bahasa Arab telah berubah makna ke bahasa Indonesia/Melayu. Inilah yang sering kali tidak saya sadari. Padahal makna "ilm" yang saya rujuk seharusnya adalah yang dirujuk Rasulullah solallaahu 'alaihi wassalam yang disabdakan dalam bahasa Arab.
Ya, ilmu yang dimaksud di sini adalah pemahaman mengenai Islam, bukan pengetahuan duniawi. Mungkin beberapa dari kita berpikir pengetahuan duniawi tidak dapat dipisahkan secara clear-cut dengan pengetahuan Islam. Memang tidak. Kita mempelajari Islam untuk tahu hukum waris, kita pelajari Islam untuk tahu komunikasi dengan tetangga dan masyarakat, kita pelajari Islam untuk tahu kegiatan ekonomi mana yang haram dan halal. Tentunya Islam tak dapat dipisahkan dengan aktivitas duniawi kita. Yang jadi masalah adalah, kadang kita merasa "lebih butuh" mendengarkan dalil-dalil di luar Qur'an dan sunnah untuk memahami dunia dan seisinya. Kadang kita merasa tidak cukup dengan pengetahuan hukum Islam sehingga merasa butuh pendapat dari filsuf2 hukum barat. Kadang kita merasa tidak cukup memahami sistem ekonomi dari apa yang diterapkan pada zaman Rasulullah, dan kita akhirnya belajar teori2 Adam Smith dan David Ricardo. Kita tidak puas penjelasan penciptaan manusia dari air mani di qur'an dan ingin tahu pendapat Darwin tentang teori evolusi, dan seterusnya.
Lantas apa mempelajari ilmu duniawi ini salah? Tentu tidak bila pengetahuan-pengetahuan tambahan ini sekedar untuk menambah keyakinan kita bahwa Islam-lah yang benar. Namun, bagaimana bila sebaliknya? Bagaimana bila mempelajari perspektif Adam Smith, David Ricardo, dan Keynes justru membuat kita "mewajari" konsep2 riba hanya karena mereka menyebutnya dengan nama yang lain? Bagaimana jika perspektif linguis2 justru membuat kita menyetujui bahwa yang memiliki bahasa hanya manusia padahal seluruh alam ini bertasbih dengan bahasa yang tidak kita ketahui? Bagaimana jika kita mewajari keindahan fashion karena merasa mendapat ilmu dari Yves Saint Laurent sedangkan cara berpakaian yang benar menurut Islam sangat berbeda dengan cara berpakaian orang2 kafir? Lama kelamaan karena lebih familiar dengan ilmu2 dunia ini dibanding ilmu Islam, bisa jadi kita akan menggadaikan aqidah kita dan meninggalkan Islam karena merasa sudut pandang ilmu dunialah yang paling benar. Na'uudzubillaahi mindzaalik.
Inilah yang membuat saya sadar bahwa meskipun kita boleh mempelajari ilmu dunia, yang wajib dilakukan oleh Muslimiin dan Muslimaat adalah mempelajari ilmu Islam. Terlalu banyak pengetahuan di dunia ini dari sudut pandang berbagai orang di dunia, khususnya dari sudut pandang orang2 kafir. Kadang tanpa disadari, pemikiran2 kuffar ini banyak yang tidak sesuai dengan Islam. Apabila kita rajin mempelajari ilmu orang2 kuffar ini tapi tidak diseimbangi dengan ilmu Islam, ini akan sangat berbahaya dan mengancam aqidah kita. Terlalu banyak fitnah di akhir zaman ini yang dapat membolak-balikkan keimanan kita bila pengetahuan kita tentang Islam terlalu terbatas dibandingkan pengetahuan kita tentang hal2 duniawi.
Oleh karena itu, mari saudara2 sesama Muslim, kita mulai belajar ilmu Islam bersama-sama. Saya pun masih pemula dan saya sudah mengalami kerugian yang saya alami dengan tidak memahami ilmu Islam. Saya jadi pernah begitu jauh dari Islam, tidak akrab dengan sunnah Rasul, dan dekat dengan syubhat. Mari kita berusaha dan berdoa bersama untuk dihindarkan dari ilmu2 yang tidak bermanfaat. Kita BUTUH dan WAJIB mempelajari ilmu Islam. Ilmu dunia hanya berguna di dunia. Ilmu Islam akan dibawa sampai ke akhirat.
3 Alasan Mengapa The Killer’s Shopping List Menarik Ditonton
2 tahun yang lalu
2 comments:
Masha Allah...
Cerdas sekali gaya bahasa & diksi kamu rima.. makanya ku rekomendasikan ke temen pas liat celoteh"an mu di twitter..
Dan ternyata dunia kita tak berbeda jauh! Sama" dari UI dan sama" dari 70. Have we ever met before?
Yang jelas saya termotivasi untuk kembali menulis dan belajar islam lebih giat lagi karena merasa kerdil dibanding pengetahuanmu.
:')
Posting Komentar
say something :)